Minggu, 26 Februari 2012

Kasus Babe Sodomi dan Pedofilia

Analisa Kasus Babe "Sodomi" dan "Pedofilia 

Baekuni, Putus Sekolah dan Pernah Disodomi
 
Semanggi, Warta Kota
Kehidupan masa kecil Baekuni alias Babeh (48), pelaku mutilasi tujuh bocah di wilayah hukum Polda Metro Jaya, sangat suram. Baekuni anak ke11 dari 12 bersaudara. Orangtuanya mencari nafkah sebagai petani di kampung halamannya di Magelang, Jawa Tengah.
Baekuni kecil tidak pandai bersekolah. "Di rumah dia selalu dimarahi karena kebodohannya. Maka sekolahnya cuma sampai kelas tiga SD," ucap Profesor Sarlito Wirawan seusai memeriksa kondisi kejiwaan Baekuni di Polda Metro Jaya, Kamis (14/) siang.
Singkat cerita di tahun 1992, saat berusia 12 tahun, Baekuni hengkang dari rumah orangtuanya dan hijrah ke IbuKota. Di sinilah Baekuni merasakan kerasnya hidup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Baekuni mencari nafkah menjadi pengamen di wilayah Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Sebagai anak jalanan Baekuni banyak menemukan kerikil tajam. Pernah kuni, pada suatu malam, kasta Baekuni, dia disodomi oleh seorang pria dewasa. Saat itu Baekuni berusaha menolak. Namun usahanya sia-sia. Dia malah disekap dan diancam dengan pisau. Peristiwa itu sangat berpengaruh dalam perjalanan hidup Baekuni selanjutnya.
Baekuni berusaha lepas dari pria itu. Di Lapangan Banteng, dia bertemu dengan seseorang yang bernama Cuk Saputra. Saputra yang berjualan rokok lalu mengajak Baekuni ke kampung halamannya di Kuningan, Jawa Barat. Di Kuningan, Baekuni diajak bekerja ngangon (menggembala) kerbau.
Cukup lama Baekuni tinggal di rumah Saputra. Baekuni kemudian dijodohkan Saputra dengan saudaranya yang bernama Saerah alias neng Era. Di usia ke-21 tahun, Baekuni akhirnya resmi menikah dengan Era. Tidak seperti suami-suami lainnya, Baekuni selalu tidak bergairah terhadap istrinya.
Jika diajak berhubungan intim, Baekuni selalu menolak karena tidak bisa ereksi. Suatu ketika, lantaran sakit keras yang dideritanya, Era meninggal dunia. Selepas ditinggal mati oleh istrinya, Baekuni akhirnya memilih hijrah ke Jakarta untuk yang kedua kalinya.
Di Jakarta, Baekuni, yang saat itu berusia 37 tahun, terkenal dengan panggilan Babeh. Sehari-hari dia berjualan rokok di depan Pulogadung Trade Center. Julukan Babeh muncul lantaran Baekuni sangat dekat dan sayang kepada anak-anak jalanan yang usianya 6 sampai 12 tahun.
Bagi anak-anak jalanan yang pernah diasuhnya, Babeh sudah seperti orangtua mereka. Dia sangat mengayomi, merawat, dan mengasuh anak-anak jalanan itu dengan penuh kasih sayang.
Warga yang tinggal di dekat kontrakan Babeh di Jalan H Dalim Gang Masjid RT 06/02, Pulogadung, Jakarta Timur, pun memandang Babeh seorang yang lemah gemulai, sabar, dan pintar masak.
Namun, siapa sangka di balik gayanya yang lemah gemulai dan terlihat santun itu, ternyata Babeh memiliki kelainan orientasi seksual dan berperilaku sadis. Warga tak mencurigai sama sekali terhadap Babeh dan menganggap biasa jika dia dekat dengan anak-anak jalanan.
Kini terkuak sudah siapa sebenarnya Babeh itu. Pascapenemuan potongan tubuh bocah korban mutilasi di pinggir Jalan Raya Bekasi Km 27, Kelurahan Ujungmenteng, Cakung, Jumat (8/1) lalu, polisi akhirnya berhasil mengungkap kasus tersebut dan menangkap Babeh sebagai pelakunya. Proses penangkapan Babeh sangat cepat, kurang dari 24 jam. Ini berkat laporan keluarga Ardiansyah, korban mutilasi. (Dedy)

Berikut profil lengkap babe yang saya ambil dari VIVAnews :

VIVAnews - Namanya singkat. Baekuni. Lahir di Magelang, Jawa Tengah, pria tinggi kekar ini membuat kita semua merinding sepekan terakhir. Dia mengaku telah membunuh tujuh anak jalanan.
Semuanya berumur di bawah 12 tahun. Dan ini yang bikin seram, tiga diantaranya dimutilasi pakai golok. Mereka adalah anak jalan yang berada di daerah Jakarta Timur.
Sejumlah kabar menyebutkan bahwa lantaran takut mendengar kisah si Baekuni ini, kawasan Terminal Pulogadung kini sepi dari anak-anak jalanan. Mereka ngeri membayangkan keganasan pria yang akrab disapa babe itu.
Tapi siapa si babe ini? Tak banyak yang tahu. Informasi tentang jati dirinya dan riwayat masa kecilnya cuma sedikit yang terkuak. Sarlito Wirawan, Psikolog Universitas Indonesia, yang bertemu dengan babe di rumah tahanan Polda Metro Jaya mengisahkan kepada wartawan ihlwal jati diri si Baekuni ini.
Babe lahir di Magelang. Ayahnya seorang petani.Masa kecilnya memang tidak bahagia. Selalu diolok-olok teman-teman sekolah, lantaran tidak pernah naik kelas. Karena tidak naik kelas itu, Baekuni "tamat" di kelas 3 SD.

Lalu dia kabur sendirian ke Jakarta, pada usia yang masih sangat belia untuk merantau, 12 tahun.  Di ibukota dia menggelandang di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Untuk makan-minum sehari-hari dia mencari uang dengan mengamen.
Anak belia terjun ke dunia yang kelam. Baekuni mengalami hampir semua kekejaman jalanan. Dia juga pernah disodomi. "Waktu itu dia menolak tapi karena dipaksa tidak bisa melawan," ujar Sarlito, melalui surat elektronik yang diterima VIVAnews, Kamis 14 Januari 2010.

Setelah itu, Babe bertemu seseorang bernama Cuk Saputra, dia kemudian dibawa ke Kuningan, Jawa Barat dan diminta untuk memelihara kerbau.

Di Kuningan itulah dia bersua dengan jodohnya. Seorang wanita yang sangat dicintainya. Dia menikah umur 21 tahun. Tapi jiwa dan raganya dipenjara trauma. Dan mohon maaf, si Baekuni mengaku tidak mampu berhubungan --layaknya suami istri- hingga wanita yang dicintainya itu meninggal dunia.
Ditinggal mati sang istri, Babe kemudian kembali lagi ke ibukota. Menjajal lagi Jakarta yang sulit. Dia memulai hidupnya di kawasan Terminal Pulogadung. Menjadi penjual rokok dan memelihara anak jalanan.

Di sanalah harsat seksual yang menyimpang kian menjerat Baekuni. Bila hasrat seksualnya datang, dia tidak perlu jauh-jauh mencarinya. Cukup mengambil satu dari anak-anak jalanan yang dipeliharanya. Belakangan tidak cuma seks yang menyimpang, dia juga membunuh 7 dari anak-anak itu.

Semua  kasus pembunuhan yang dilakukan Babe polanya selalu sama, bila mereka menolak diikat dengan tali rapia. Setelah mati baru berhubungan seks dan korban dimutilasi untuk menghilangkan jejak.

"Tiga korban dimutilasi dan empat korban pembunuhan biasa," ujar Sarlito lagi.

Babe juga mengaku bahwa hanya tujuh kali melakukan hubungan seksual dan hanya dilakukan dengan korbannya. Dia juga tidak pernah mengalami mimpi basah. Sementara Adi, salah satu korbanya telah dirawat selama enam bulan oleh Babe.

"Jelas dia homoseks bawaan, bukan jadi-jadian. Dia hanya bisa ereksi pada sesama jenis," katanya.

Dengan prilaku seperti ini, Babe bisa dikatakan sebagai penderita pedofil, karena selalu melakukan dengan anak di bawah 12 tahun.

Babe juga pengidap ganguan mikrofili atau berhubungan seks dengan mayat, walaupun itu terpaksa. Pelaku adalah dampak dari gambaran  kemiskinan. Namun tidak bisa dibilang psikopat.

"Itu terlalu cepat bilang psikopat. Ada 23 kriteria untuk mendiagnosa psikopat," ujar Sarlito.

Atas perbuatannya ini, pelaku dapat menjalani proses dan persidangan karena tidak mengalami gangguan jiwa. Dia selalu melakukan pembunuhan itu secara sadar.
• VIVAnews

Dari data tersebut maka saya akan mencoba menganalisi apakah babe termasuk normal atau abnormal, berikut analisis saya :

Disfungsi Psikologis
Kognitif :
Secara inteligensi babe memiliki inteligensi yang rendah, sehingga ia selalu dimarahi oleh orangtuanya akibat kebodohannya. Babe memiliki memori pahit yang ia alami semasa kecil, ia selalu dimarahi karena kebodohannya dan ia juga merupakan korban sodomi seorang pria dewasa. Hal tersebut merupakan pengalaman traumatis yang dialami babe dan sangat mempengaruhi kehidupan psikologisnya hingga saat ini.
"Dari pemeriksaan psikologis terhadap Babe, yang dilakukan ahli psikologi Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan Sarwono, Kamis 14 Januari 2010 kemarin, dalam melumpuhkan korbannya Babe selalu memiliki pola yang tidak pernah berubah-ubah. Dia akan memilih korbannya dari luar anak-anak jalan yang dia pelihara. Dari pemeriksaan itu terkuak tujuh pembunuhan yang dilakukan Babe dengan pola yang sama. Kecuali Ardiansyah, korban terakhirnya yang merupakan anak yang dipeliharanya sendiri. Seluruh anak jalanan yang dekat dengan Babe hampir tidak pernah disentuh sejak 2007. Meskipun Sarlito mengatakan bahwa Babe termasuk pedofilia atau menyukai anak-anak."
Menurut pengacara korban, Haposan Hutagalung mengatakan jika memang korban Babe bukan dari anak asuhnya. Biasanya babe sudah melihat jika ada anak jalanan yang menjadi tergetnya, dia akan merawatnya dan korban akan dapat perlakukan istimewa. Babe selalu memilih anak-anak jalanan yang bersih, berparas ganteng dan biasanya korban babe adalah teman-teman dari anak asuhnya.

Afektif :
Di usianya yang menginjak 12 tahun babe merasa tidak nyaman tinggal bersama orangtuanya, oleh karena itu dia pergi dan hidup keras di ibu kota. Ia di panggil dengan sebutan babe ketika berusia 37 tahun, karena ia sangat mengayomi anak-anak kecil, babe merawat anak-anak asuhnya sendiri bahkan dia juga sering memasak untuk anak-anak asuhnya. Menurut tetangga babe juga termasuk sosok yang ramah dan santun, ia selalu menyapa ketika bertemu dengan tetangga, bahkan mereka tidak menyangka bahwa babe adalah pelaku sodomi dan mutilasi. Namun dibalik sosoknya yang santun dan sopan ternyata babe memiliki penyimpangan seksual yaitu pedofilia dan homoseksual. Dalam suatu berita yang dilansir dari vivanew.com babe menyebutkan bahwa dia merasa puas ketika selesai melakukan sodomi dan mutilasi korban.
Babe yang merupakan korban sodomi ketika kecil menjelma menjadi sosok dewasa yang melakukan hal yang sama bejatnya akibat timbunan dendam, sakit hati dan emosi-emosi negatif yang ia rasakan dulu yang menumpuk dalam psikisnya. Dan pada akhirnya ia menjadi pelaku sodomi dan mutilasi korban.


Konatif :
Selain memiliki pola memilih dari luar kelompoknya, Babe juga melakukan pola yang sama saat melakukan tindakan memutilasi tersebut. "Kompulsinya dia ikuti pola teratur, dia awalnya ajak korban ke kamar mandi untuk mandi, ketika mau hubungan seks lalu ditolak, setelah di tolak lalu dia ikat pakai tali rafia, kemudian dilakukan hubungan seks dengan cara di sodomi, dia selalu gunakan kardus membuang mayat setelah di mutilasi lalu dibuang ketempat ramai supaya ditemukan orang dan dikubur," jelas Sarlito.

Distress (impairment)
Babe memiliki banyak emosi negatif yang membuatnya berubah menjadi seorang pelaku sodomi dan mutilasi. Mulai dari kehidupan masa kecilnya yang kurang bahagia karena sering di cemooh oleh teman-temannya dan orangtuanya yang sering memarahinya. Bahkan diusianya yang 12 tahun dia sudah hidup sendirian di jakarta dengan modal mengamen. Kerasnya kehidupan anak jalanan yang dia alami membentuknya menjadi pelaku sodomi dan mutilasi yang kejam. Namun babe tidak melakukan hal-hal yang merusak fisik ataupun psikisnya. Bahkan babe dalam kondisi sadar ketika membunuh korbannya.

Respon Atipikal
Sebagai seorang anak berusia 12 tahun baekuni seharusnya masih mengenyam pendidikan, hanya saja karena keterbatasan kognitif yang ia miliki ia putus sekolah, dan menjadi seorang pedagang asongan dan pengamen. Di usia segini juga seharusnya baekuni masih dalam bimbingan orangtua sehingga bisa merasa aman dan nyaman. Namun ia memutuskan untuk pergi dari rumah dan pada akhirnya menjadi korban sodomi oleh pria dewasa yang menjadikan pengalaman traumatis bagi diri baekuni. Ketika baekuni menikah ia tidak bisa melayani istrinya secara seksual, ia selalu menolak bila diajak karena ia tidak bisa ereksi. Sebagai seorang suami baekuni tidak bisa menjalankan perannya.


Dari analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa babe normal, karena pada aspek Distress babe tidak melakukan hal-hal yang merusak dirinya ataupun psikologis. Dan menurut Sarlito, babe bukanlah psikopat dan tidak mengalami gangguan kejiwaan.

Referensi :
Akbar, Zarina. 2012. Slide Psikologi abnormal. Psikologi. UNJ 
(http://metro.vivanews.com/news/read/121518-jawaban_babe_soal_seks_menyimpangny)
 http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=16230
 http://www.wartakota.co.id/read/news/

Sabtu, 25 Februari 2012

Analisis kasus 1

 Case 1 :
 Seorang ibu mengeluhkan tentang putra remajanya (R) yang duduk di kelas 2 SMA. Menurut ibunya, R tidak bertanggung jawab karena ia tidak mau tahu apa yang terjadi diluar kamar tidurnya (yang terletak di lantai dua). Tiap pulang sekolah R masuk kamar, dan hanya keluar untuk makan atau keperluan pribadinya. Ia tidak mau mengatantar adiknya ke dokter, dan tidak peduli apakah ada tamu atau keluarga yang datang berkunjung.
Analisis :
Ada 3 aspek yang merupakan syarat mutlak yang menentukan apakah seseorang mengalami abnormalitas, yaitu :
Disfungsi Psikologis : menjalankan peran/fungsi dalam kehidupan ; integrasi aspek kognitif,afektif,konatif/psikomotorik
Distres ; Impairment (Hendaya) menunjukkan pada keadaanmerusakdirinya baik secara fisik or psikologis
Respon Atipikal (Secara Kultural Tidak Diharapkan Reaksi yang TIDAK sesuai dengan keadaan sosio kultural yang berlaku.
Disfungsi psikologis :
     Dari segi kognitif : R tidak mau tahu apa yang terjadi diluar kamarnya, dia hanya keluar kamar hanya ketika untuk memenuhi keperluannya.
      Dari segi afektif : R Tidak peduli apakah ada tamu atau keluarga yang datang berkunjung.
      Dari segi konatif : R tidak mau mengantar adiknya ke dokter,dan tiap pulang sekolah dia langsung masuk kamar dan acuh kepada kegiatan diluar kamarnya.

Distress (Impairment) :
     R tidak menunjukan ada indikasi kalau dia merusak dirinya baik fisik maupun psikisnya, diusianya yang masih tergolong remaja R merasa tidak terlalu memiliki tanggung jawab besar dirumahnya, sehingga dia lebih merasa nyaman menyendiri. Dan mungkin memang kepribadian R yang malas, sehingga dia lebih memilih tidak peduli dan seolah tidak mau tahu.

Respon Atipikal :
     Sebagai seorang anak dan kakak seharusnya R bisa lebih bertanggung jawab sesuai dengan perannya. Sebagai kakak seharusnya R mau mengantarkan adiknya ke dokter karena ini adalah bentuk rasa peduli seorang kakak terhadap adiknya. Tetapi R tidak menunjukan hal tersebut. Dan sebagai anak R seharusnya bisa membantu orangtuanya dan tidak sekedar pulang sekolah, masuk kamar, makan, kemudian masuk kamar lagi. Sebagai remaja seharusnya R bisa membangun hubungan sosial terlebih lagi dengan keluarganya.

     Berdasarkan analisis dari ketiga aspek tersebut maka dapat disimpulkan bahwa R Normal, R memiliki kepribadian introvert dan cenderung pemalas. Hal ini merupakan hambatan psikologis dan bukan merupakan gangguan psikologi. 



Referensi :
Akbar, Zarina. 2012. Slide Psikologi abnormal. Psikologi. UNJ 
 

Minggu, 19 Februari 2012

Kasus B. Normal atau Abnormal?

Kris seorang pria berusia 27 tahun merasa sedih dan kesepian karena kekasihnya ditugaskan 
  
ke luar kota dalam waktu yang cukup lama. Kekasihnya adalah seorang laki-laki mapan

berusia 35 tahun. Kris merasakan khawatir dengan hubungan yang dijalaninya ini, tetapi ia

meyakini bahwa ini adalah pilihan hidupnya yang terbaik. Kris sehari-harinya menjalankan  

pekerjaan sebagai seorang pegawai swasta. Kris tergabung dalam komunitas yang sama  

dengan dirinya, dimana mereka dapat saling mengerti, menerima, dan memahami tanpa  

adanya prasangka satu sama lainnya
Dari kasus ini maka dapat diidentifikasikan :

 Homoseksual merupakan salah satu dari orientasi seksual yang merupakan pilihan hidup bagi 

kris dan kekasihnya. Homoseksual bukanlah penyakit kejiwaan ataupun mental ataupun 

penyebab efek psikologis negatif. Homoseksual setara dengan heteroseksual dalam hal-hal 

penting secara psikologis. Dan berdasarkan kriteria abnormal, bahwa perilaku abnormal 

mengalami personal distress, dari kasus diatas kris dan kekasihnya tidak mengalami gangguan 

yang menyebabkan distress, justru mereka dapat saling memahami, mengerti dan menerima 

satu sama lain.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa kasus kris ini termasuk NORMAL.

Sabtu, 18 Februari 2012

Normal Vs Abnormal ??

Ini adalah materi yang saya dapatkan dari pertemuan pertama mata kuliah psikologi abnormal. Pada pertemuan pertama ini membahas pengertian dan perbedaan antara Normal dan Abnormal, dan sebenarnya apa sih perbedaan dari 2 kata tersebut?
Normal :
  • Orang normal bisa menjalani kehidupannya
  • Bisa menjalani peran kehidupan, sesuai dengan persepsi "keberfungsian" jadi ada peran yang dijalankan orang tersebut.
  • Sama dengan respon masyarakat secara keseluruhan (common sense)
Abnormal:
  • Memiliki hambatan psikologis (introvert, pesimis, minder)
  • Ada gangguan psikologis ( withdrawl, cemas secara berlebihan, takut secara berlebihan)
  • Disfungsi psikologis