Analisa Kasus Babe "Sodomi" dan "Pedofilia
Baekuni, Putus Sekolah dan Pernah Disodomi
Semanggi, Warta Kota
Kehidupan masa kecil
Baekuni alias Babeh (48), pelaku mutilasi tujuh bocah di wilayah hukum
Polda Metro Jaya, sangat suram. Baekuni anak ke11 dari 12 bersaudara.
Orangtuanya mencari nafkah sebagai petani di kampung halamannya di
Magelang, Jawa Tengah.
Baekuni kecil tidak
pandai bersekolah. "Di rumah dia selalu dimarahi karena kebodohannya.
Maka sekolahnya cuma sampai kelas tiga SD," ucap Profesor Sarlito
Wirawan seusai memeriksa kondisi kejiwaan Baekuni di Polda Metro Jaya,
Kamis (14/) siang.
Singkat cerita di tahun
1992, saat berusia 12 tahun, Baekuni hengkang dari rumah orangtuanya dan
hijrah ke IbuKota. Di sinilah Baekuni merasakan kerasnya hidup. Untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Baekuni mencari nafkah menjadi
pengamen di wilayah Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Sebagai anak jalanan
Baekuni banyak menemukan kerikil tajam. Pernah kuni, pada suatu malam,
kasta Baekuni, dia disodomi oleh seorang pria dewasa. Saat itu Baekuni
berusaha menolak. Namun usahanya sia-sia. Dia malah disekap dan diancam
dengan pisau. Peristiwa itu sangat berpengaruh dalam perjalanan hidup
Baekuni selanjutnya.
Baekuni berusaha lepas
dari pria itu. Di Lapangan Banteng, dia bertemu dengan seseorang yang
bernama Cuk Saputra. Saputra yang berjualan rokok lalu mengajak Baekuni
ke kampung halamannya di Kuningan, Jawa Barat. Di Kuningan, Baekuni diajak
bekerja ngangon (menggembala) kerbau.
Cukup lama Baekuni
tinggal di rumah Saputra. Baekuni kemudian dijodohkan Saputra dengan
saudaranya yang bernama Saerah alias neng Era. Di usia ke-21 tahun,
Baekuni akhirnya resmi menikah dengan Era. Tidak seperti suami-suami
lainnya, Baekuni selalu tidak bergairah terhadap istrinya.
Jika diajak berhubungan
intim, Baekuni selalu menolak karena tidak bisa ereksi. Suatu ketika,
lantaran sakit keras yang dideritanya, Era meninggal dunia. Selepas
ditinggal mati oleh istrinya, Baekuni akhirnya memilih hijrah ke Jakarta
untuk yang kedua kalinya.
Di Jakarta, Baekuni, yang
saat itu berusia 37 tahun, terkenal dengan panggilan Babeh. Sehari-hari
dia berjualan rokok di depan Pulogadung Trade Center. Julukan Babeh
muncul lantaran Baekuni sangat dekat dan sayang kepada anak-anak jalanan
yang usianya 6 sampai 12 tahun.
Bagi anak-anak jalanan
yang pernah diasuhnya, Babeh sudah seperti orangtua mereka. Dia sangat
mengayomi, merawat, dan mengasuh anak-anak jalanan itu dengan penuh
kasih sayang.
Warga yang tinggal di
dekat kontrakan Babeh di Jalan H Dalim Gang Masjid RT 06/02, Pulogadung,
Jakarta Timur, pun memandang Babeh seorang yang lemah gemulai, sabar,
dan pintar masak.
Namun, siapa sangka di
balik gayanya yang lemah gemulai dan terlihat santun itu, ternyata Babeh
memiliki kelainan orientasi seksual dan berperilaku sadis. Warga tak
mencurigai sama sekali terhadap Babeh dan menganggap biasa jika dia
dekat dengan anak-anak jalanan.
Kini terkuak sudah siapa
sebenarnya Babeh itu. Pascapenemuan potongan tubuh bocah korban mutilasi
di pinggir Jalan Raya Bekasi Km 27, Kelurahan Ujungmenteng, Cakung,
Jumat (8/1) lalu, polisi akhirnya berhasil mengungkap kasus tersebut dan
menangkap Babeh sebagai pelakunya. Proses penangkapan Babeh sangat
cepat, kurang dari 24 jam. Ini berkat laporan keluarga Ardiansyah,
korban mutilasi. (Dedy)
Berikut profil lengkap babe yang saya ambil dari VIVAnews :
VIVAnews - Namanya singkat. Baekuni. Lahir di Magelang, Jawa Tengah, pria tinggi kekar ini membuat kita semua merinding sepekan terakhir. Dia mengaku telah membunuh tujuh anak jalanan.
Semuanya berumur di bawah 12 tahun. Dan ini yang bikin seram, tiga diantaranya dimutilasi pakai golok. Mereka adalah anak jalan yang berada di daerah Jakarta Timur.
Sejumlah kabar menyebutkan bahwa lantaran takut mendengar kisah si Baekuni ini, kawasan Terminal Pulogadung kini sepi dari anak-anak jalanan. Mereka ngeri membayangkan keganasan pria yang akrab disapa babe itu.
Tapi siapa si babe ini? Tak banyak yang tahu. Informasi tentang jati dirinya dan riwayat masa kecilnya cuma sedikit yang terkuak. Sarlito Wirawan, Psikolog Universitas Indonesia, yang bertemu dengan babe di rumah tahanan Polda Metro Jaya mengisahkan kepada wartawan ihlwal jati diri si Baekuni ini.
Babe lahir di Magelang. Ayahnya seorang petani.Masa kecilnya memang tidak bahagia. Selalu diolok-olok teman-teman sekolah, lantaran tidak pernah naik kelas. Karena tidak naik kelas itu, Baekuni "tamat" di kelas 3 SD.
Lalu dia kabur sendirian ke Jakarta, pada usia yang masih sangat belia untuk merantau, 12 tahun. Di ibukota dia menggelandang di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Untuk makan-minum sehari-hari dia mencari uang dengan mengamen.
Anak belia terjun ke dunia yang kelam. Baekuni mengalami hampir semua kekejaman jalanan. Dia juga pernah disodomi. "Waktu itu dia menolak tapi karena dipaksa tidak bisa melawan," ujar Sarlito, melalui surat elektronik yang diterima VIVAnews, Kamis 14 Januari 2010.
Setelah itu, Babe bertemu seseorang bernama Cuk Saputra, dia kemudian dibawa ke Kuningan, Jawa Barat dan diminta untuk memelihara kerbau.
Di Kuningan itulah dia bersua dengan jodohnya. Seorang wanita yang sangat dicintainya. Dia menikah umur 21 tahun. Tapi jiwa dan raganya dipenjara trauma. Dan mohon maaf, si Baekuni mengaku tidak mampu berhubungan --layaknya suami istri- hingga wanita yang dicintainya itu meninggal dunia.
Ditinggal mati sang istri, Babe kemudian kembali lagi ke ibukota. Menjajal lagi Jakarta yang sulit. Dia memulai hidupnya di kawasan Terminal Pulogadung. Menjadi penjual rokok dan memelihara anak jalanan.
Di sanalah harsat seksual yang menyimpang kian menjerat Baekuni. Bila hasrat seksualnya datang, dia tidak perlu jauh-jauh mencarinya. Cukup mengambil satu dari anak-anak jalanan yang dipeliharanya. Belakangan tidak cuma seks yang menyimpang, dia juga membunuh 7 dari anak-anak itu.
Semua kasus pembunuhan yang dilakukan Babe polanya selalu sama, bila mereka menolak diikat dengan tali rapia. Setelah mati baru berhubungan seks dan korban dimutilasi untuk menghilangkan jejak.
"Tiga korban dimutilasi dan empat korban pembunuhan biasa," ujar Sarlito lagi.
Babe juga mengaku bahwa hanya tujuh kali melakukan hubungan seksual dan hanya dilakukan dengan korbannya. Dia juga tidak pernah mengalami mimpi basah. Sementara Adi, salah satu korbanya telah dirawat selama enam bulan oleh Babe.
"Jelas dia homoseks bawaan, bukan jadi-jadian. Dia hanya bisa ereksi pada sesama jenis," katanya.
Dengan prilaku seperti ini, Babe bisa dikatakan sebagai penderita pedofil, karena selalu melakukan dengan anak di bawah 12 tahun.
Babe juga pengidap ganguan mikrofili atau berhubungan seks dengan mayat, walaupun itu terpaksa. Pelaku adalah dampak dari gambaran kemiskinan. Namun tidak bisa dibilang psikopat.
"Itu terlalu cepat bilang psikopat. Ada 23 kriteria untuk mendiagnosa psikopat," ujar Sarlito.
Atas perbuatannya ini, pelaku dapat menjalani proses dan persidangan karena tidak mengalami gangguan jiwa. Dia selalu melakukan pembunuhan itu secara sadar.
• VIVAnews
Berikut profil lengkap babe yang saya ambil dari VIVAnews :
VIVAnews - Namanya singkat. Baekuni. Lahir di Magelang, Jawa Tengah, pria tinggi kekar ini membuat kita semua merinding sepekan terakhir. Dia mengaku telah membunuh tujuh anak jalanan.
Semuanya berumur di bawah 12 tahun. Dan ini yang bikin seram, tiga diantaranya dimutilasi pakai golok. Mereka adalah anak jalan yang berada di daerah Jakarta Timur.
Sejumlah kabar menyebutkan bahwa lantaran takut mendengar kisah si Baekuni ini, kawasan Terminal Pulogadung kini sepi dari anak-anak jalanan. Mereka ngeri membayangkan keganasan pria yang akrab disapa babe itu.
Tapi siapa si babe ini? Tak banyak yang tahu. Informasi tentang jati dirinya dan riwayat masa kecilnya cuma sedikit yang terkuak. Sarlito Wirawan, Psikolog Universitas Indonesia, yang bertemu dengan babe di rumah tahanan Polda Metro Jaya mengisahkan kepada wartawan ihlwal jati diri si Baekuni ini.
Babe lahir di Magelang. Ayahnya seorang petani.Masa kecilnya memang tidak bahagia. Selalu diolok-olok teman-teman sekolah, lantaran tidak pernah naik kelas. Karena tidak naik kelas itu, Baekuni "tamat" di kelas 3 SD.
Lalu dia kabur sendirian ke Jakarta, pada usia yang masih sangat belia untuk merantau, 12 tahun. Di ibukota dia menggelandang di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Untuk makan-minum sehari-hari dia mencari uang dengan mengamen.
Anak belia terjun ke dunia yang kelam. Baekuni mengalami hampir semua kekejaman jalanan. Dia juga pernah disodomi. "Waktu itu dia menolak tapi karena dipaksa tidak bisa melawan," ujar Sarlito, melalui surat elektronik yang diterima VIVAnews, Kamis 14 Januari 2010.
Setelah itu, Babe bertemu seseorang bernama Cuk Saputra, dia kemudian dibawa ke Kuningan, Jawa Barat dan diminta untuk memelihara kerbau.
Di Kuningan itulah dia bersua dengan jodohnya. Seorang wanita yang sangat dicintainya. Dia menikah umur 21 tahun. Tapi jiwa dan raganya dipenjara trauma. Dan mohon maaf, si Baekuni mengaku tidak mampu berhubungan --layaknya suami istri- hingga wanita yang dicintainya itu meninggal dunia.
Ditinggal mati sang istri, Babe kemudian kembali lagi ke ibukota. Menjajal lagi Jakarta yang sulit. Dia memulai hidupnya di kawasan Terminal Pulogadung. Menjadi penjual rokok dan memelihara anak jalanan.
Di sanalah harsat seksual yang menyimpang kian menjerat Baekuni. Bila hasrat seksualnya datang, dia tidak perlu jauh-jauh mencarinya. Cukup mengambil satu dari anak-anak jalanan yang dipeliharanya. Belakangan tidak cuma seks yang menyimpang, dia juga membunuh 7 dari anak-anak itu.
Semua kasus pembunuhan yang dilakukan Babe polanya selalu sama, bila mereka menolak diikat dengan tali rapia. Setelah mati baru berhubungan seks dan korban dimutilasi untuk menghilangkan jejak.
"Tiga korban dimutilasi dan empat korban pembunuhan biasa," ujar Sarlito lagi.
Babe juga mengaku bahwa hanya tujuh kali melakukan hubungan seksual dan hanya dilakukan dengan korbannya. Dia juga tidak pernah mengalami mimpi basah. Sementara Adi, salah satu korbanya telah dirawat selama enam bulan oleh Babe.
"Jelas dia homoseks bawaan, bukan jadi-jadian. Dia hanya bisa ereksi pada sesama jenis," katanya.
Dengan prilaku seperti ini, Babe bisa dikatakan sebagai penderita pedofil, karena selalu melakukan dengan anak di bawah 12 tahun.
Babe juga pengidap ganguan mikrofili atau berhubungan seks dengan mayat, walaupun itu terpaksa. Pelaku adalah dampak dari gambaran kemiskinan. Namun tidak bisa dibilang psikopat.
"Itu terlalu cepat bilang psikopat. Ada 23 kriteria untuk mendiagnosa psikopat," ujar Sarlito.
Atas perbuatannya ini, pelaku dapat menjalani proses dan persidangan karena tidak mengalami gangguan jiwa. Dia selalu melakukan pembunuhan itu secara sadar.
• VIVAnews
Dari data tersebut maka saya akan mencoba menganalisi apakah babe termasuk normal atau abnormal, berikut analisis saya :
Disfungsi Psikologis
Disfungsi Psikologis
Kognitif :
Secara inteligensi babe memiliki inteligensi yang rendah, sehingga ia selalu dimarahi oleh orangtuanya akibat kebodohannya. Babe memiliki memori pahit yang ia alami semasa kecil, ia selalu dimarahi karena kebodohannya dan ia juga merupakan korban sodomi seorang pria dewasa. Hal tersebut merupakan pengalaman traumatis yang dialami babe dan sangat mempengaruhi kehidupan psikologisnya hingga saat ini.
"Dari pemeriksaan psikologis terhadap Babe, yang dilakukan ahli psikologi
Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan Sarwono, Kamis 14 Januari 2010
kemarin, dalam melumpuhkan korbannya Babe selalu memiliki pola yang
tidak pernah berubah-ubah. Dia akan memilih korbannya dari luar
anak-anak jalan yang dia pelihara. Dari pemeriksaan itu terkuak
tujuh pembunuhan yang dilakukan Babe dengan pola yang sama. Kecuali
Ardiansyah, korban terakhirnya yang merupakan anak yang dipeliharanya
sendiri. Seluruh anak jalanan yang dekat dengan Babe hampir tidak
pernah disentuh sejak 2007. Meskipun Sarlito mengatakan bahwa Babe
termasuk pedofilia atau menyukai anak-anak."
Menurut pengacara korban, Haposan Hutagalung mengatakan jika memang
korban Babe bukan dari anak asuhnya. Biasanya babe sudah melihat jika
ada anak jalanan yang menjadi tergetnya, dia akan merawatnya dan korban
akan dapat perlakukan istimewa. Babe selalu memilih anak-anak jalanan
yang bersih, berparas ganteng dan biasanya korban babe adalah
teman-teman dari anak asuhnya.
Afektif :
Di usianya yang menginjak 12 tahun babe merasa tidak nyaman tinggal bersama orangtuanya, oleh karena itu dia pergi dan hidup keras di ibu kota. Ia di panggil dengan sebutan babe ketika berusia 37 tahun, karena ia sangat mengayomi anak-anak kecil, babe merawat anak-anak asuhnya sendiri bahkan dia juga sering memasak untuk anak-anak asuhnya. Menurut tetangga babe juga termasuk sosok yang ramah dan santun, ia selalu menyapa ketika bertemu dengan tetangga, bahkan mereka tidak menyangka bahwa babe adalah pelaku sodomi dan mutilasi. Namun dibalik sosoknya yang santun dan sopan ternyata babe memiliki penyimpangan seksual yaitu pedofilia dan homoseksual. Dalam suatu berita yang dilansir dari vivanew.com babe menyebutkan bahwa dia merasa puas ketika selesai melakukan sodomi dan mutilasi korban.
Babe yang merupakan korban sodomi ketika kecil menjelma menjadi sosok dewasa yang melakukan hal yang sama bejatnya akibat timbunan dendam, sakit hati dan emosi-emosi negatif yang ia rasakan dulu yang menumpuk dalam psikisnya. Dan pada akhirnya ia menjadi pelaku sodomi dan mutilasi korban.
Konatif :
Selain memiliki pola
memilih dari luar kelompoknya, Babe juga melakukan pola yang sama saat
melakukan tindakan memutilasi tersebut. "Kompulsinya dia ikuti pola
teratur, dia awalnya ajak korban ke kamar mandi untuk mandi, ketika mau
hubungan seks lalu ditolak, setelah di tolak lalu dia ikat pakai tali
rafia, kemudian dilakukan hubungan seks dengan cara di sodomi, dia
selalu gunakan kardus membuang mayat setelah di mutilasi lalu dibuang
ketempat ramai supaya ditemukan orang dan dikubur," jelas Sarlito.
Distress (impairment)
Babe memiliki banyak emosi negatif yang membuatnya berubah menjadi seorang pelaku sodomi dan mutilasi. Mulai dari kehidupan masa kecilnya yang kurang bahagia karena sering di cemooh oleh teman-temannya dan orangtuanya yang sering memarahinya. Bahkan diusianya yang 12 tahun dia sudah hidup sendirian di jakarta dengan modal mengamen. Kerasnya kehidupan anak jalanan yang dia alami membentuknya menjadi pelaku sodomi dan mutilasi yang kejam. Namun babe tidak melakukan hal-hal yang merusak fisik ataupun psikisnya. Bahkan babe dalam kondisi sadar ketika membunuh korbannya.
Respon Atipikal
Sebagai seorang anak berusia 12 tahun baekuni seharusnya masih mengenyam pendidikan, hanya saja karena keterbatasan kognitif yang ia miliki ia putus sekolah, dan menjadi seorang pedagang asongan dan pengamen. Di usia segini juga seharusnya baekuni masih dalam bimbingan orangtua sehingga bisa merasa aman dan nyaman. Namun ia memutuskan untuk pergi dari rumah dan pada akhirnya menjadi korban sodomi oleh pria dewasa yang menjadikan pengalaman traumatis bagi diri baekuni. Ketika baekuni menikah ia tidak bisa melayani istrinya secara seksual, ia selalu menolak bila diajak karena ia tidak bisa ereksi. Sebagai seorang suami baekuni tidak bisa menjalankan perannya.
Dari analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa babe normal, karena pada aspek Distress babe tidak melakukan hal-hal yang merusak dirinya ataupun psikologis. Dan menurut Sarlito, babe bukanlah psikopat dan tidak mengalami gangguan kejiwaan.
Referensi :
Akbar, Zarina. 2012. Slide Psikologi abnormal. Psikologi. UNJ
(http://metro.vivanews.com/news/read/121518-jawaban_babe_soal_seks_menyimpangny)
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=16230
http://www.wartakota.co.id/read/news/